Makalah PPKn "Perbedaan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama"
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara dan bangsa Indonesia pun
menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib, tenteram, damai dan
seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan untuk
dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum
harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum
ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada
jaminan kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan
hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu
badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh
apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan
mencegah " eigenrichting" (Sudikno Mertokusumo 1973). Sekalipun
peradilan Indonesia dewasa ini dasar hukumnya terdapat dalam UU No.14 tahun
1970. pasal 24 dan 25 UUD namun pada hakekatnya merupakan warisan dari zaman
Hindia Belanda. Bagaimanakah sistem peradilan di Indonesia ini? Pasal 24 ayat 1
UUD berbunyi: "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-- undang", sedangkan ayat 2
berbunyi: "susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan
undang-undang ". Pasal 25 UUD berbunyi: "Syarat untuk menjadi dan
untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang". Dua
pasal UUD itu masih memerlukan peraturan organik untuk melaksanakannya.
Peraturan organik itu tertuang dalam Undang-undang no.14 tahun 1970. Mahkamah
Agung merupakan pengadilan negara tertinggi, demikianlah bunyi pasal 10 ayat 2.
Kemudian di dalam pasal 11 ayat 1 Undang-undang no.14 tahun 1970 ditentukan
bahwa organisatoris, administratif dan finansiil ada di bawah kekuasaan
masing-masing Departemen yang bersangkutan, sedangkan ayat duanya berbunyi
bahwa “1. Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan
sendiri. Kalau disimak maka UU no.14 tahun 1970 itu, kalau tidak boleh
dikatakan bertentangan, tidak sinkhron dengan pasal 24 UUD. Kelembagaan
peradilan dapat dibedakan antara susunan horizontal dan vertikal. Susunan
horizontal menyangkut berbagai lingkungan badan peradilan (peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan peradilan
pajak). Selain itu ada juga badan peradilan khusus dalam lingkungan peradilan
umum, dan Mahkamah Konstitusi.. Susunan vertikal adalah susunan tingkat
pertama, banding dan kasasi. Terhadap susunan horizontal didapati pemikiran
untuk mengadakan lingkungan baru baik yang mandiri maupun yang berada dalam
lingkungan yang sudah ada. Lingkungan badan peradilan untuk perkara – perkara
sederhana berkaitan dengan sususan vertikal, yaitu kalaupun ada banding hanya
ke pengadilan negeri. Hal serupa untuk perkara – perkara sederhana ini
sekaligus berkaitan dengan susunan vertikal yaitu kalaupun ada banding hanya ke
pengadilan negeri. Hal serupa untuk perkara – perkara di bidang kekeluargaan
seperti perceraian, hak pemeliharaan anak, pembagian kekayaan bersama, atau
warisan. Untuk perkara perceraian dan hak pemeliharaan anak tidak perlu sampai
tingkat kasasi, cukup sampai pemeriksaan tingkat banding.
B.
Perumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan
Pengadilan Negeri?
2. Apakah yang dimaksud dengan
Pengadilan Agama?
C.
Tujuan Makalah
1.
Ingin mengetahui pengertian Pengadilan Negeri
2. Ingin mengetahui pengertian
Pengadilan Agama
BAB II PEMBAHASAN
Peradilan
dapat dibagi menjadi 2: yang pertama ada Peradilan Negeri dan Peradilan Agama.
Peradilan Negeri hanya ada satu di Tasikmalaya , sementara Peradilan Agama
dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Peradilan Agama Kabupaten dan Peradilan
Kota. Perbedaan antara Peradilan Agama dan peradilan negeri adalah Peradilan
Agama khusus tentang Peradilan Agama Islam misalnya, perceraian, atau perkara
perdata. Sementara Peradilan Negeri misalnya, pencurian, narkotika, pembulian,
dan lain-lain.
A.
Peradilan Negeri
1.
Pengertian Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dengan
daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan Negeri (biasa
disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum
yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil
Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita. Peradilan Negeri
termasuk ke dalam lembaga peradilan eksekutif. Peradilan negeri di Kota
Tasikmalaya adalah Kelas 1A, karena perkara-perkara di Kota Tasikmalaya
tinggi. Semakin tinggi perkaranya
semakin tinggi juga kelasnya. Sementara peradilan di bogor hanya mencapai kelas
1B. Peradilan Negeri ada 2 perkara yaitu perdana dan perdata.
2.
Tempat Kedudukan dan Daerah Hukum Sedangkan kewenangan pengadilan Negeri dapat
dilihat dalam pasal 84 KUHAP yang isinya adalah sebagai berikut:
a. Pengadilan berwenang mengadili segala
perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.
b.
Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal,
berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang
mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar
saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri yang didalam
daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
c.
Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum
berbagai Pengadilan Negeri, maka tiap Pengadilan Negeri itu masing-masing
berwenang mengadili perkara pidana itu. d. Terhadap beberapa perkara pidana
yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah
hukum berbagai 4
Pengadilan
Negeri, diadili oleh masing-masing Pengadilan Negeri dengan ketentuan dibuka
kemungkinan penggabungan perkara tersebut.
3.
Susunan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Di dalam undang-undang nomor 8
tahun 2004 pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa susunan Pengadilan Negeri terdiri
dari:
a. Pimpinan Pengadilan Negeri. Pimpinan
Pengadilan Negeri terdiri dari seorang Ketua Pengadilan Negeri dan seorang
Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Untuk dapat diangkat menjadi Ketua atau Wakil
Ketua Pengadilan Negeri, yang bersangkutan harus berpengalaman sebagai atau
menjadi hakim di Pengadilan Negeri minimal 10 tahun. Mengenai pengangkatan dan
pemberhentian ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri adalah menjadi wewenang
Ketua Mahkamah Agung.
b.
Hakim Anggota Pengadilan Negeri Hakim Pengadilan diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul dari Ketua Mahkamah Agung.
Seseorang dapat diangkat menjadi hakim Pengadilan Negeri apabila telah memenuhi
syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Anggota Hakim ada 9 orang
karena sudah aturannya 9 orang karena hakim harus ganjil. Menurut pasal 14 ayat
(1) undang-undang nomor 8 tahun 2004 persyaratan yang dimaksud adalah : 1)
Warga Negara Indonesia. 2) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3) Setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 4) Sarjana Hukum; 5) Berumur
serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun; 6) Sehat jasmani dan rohani; 7)
Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakukan tidak tercela; dan 8) Bukan bekas
anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi
massanya, atau bukan seseorang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30
September/ Partai Komunis Indonesia.
c.
Panitera Pengadilan Negeri Dalam pelaksanaan pengelolaan administrasi
pengadilan, tugas panitera adalah menangani administrasi pengadilan khususnya
administrasi yang bersifat teknis peradilan. Panitera ini dalam pelaksanaan
tugasnya dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa orang panitera pengganti
serta beberapa juru sita. Apabila untuk jabatan hakim pengangkatan dan
pemberhentiannya dilakukan oleh presiden atas usul dari Mahkamah Agung, untuk
panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan
dilakukan oleh Mahkamah Agung. Hal ini dinyatakan dala pasal 37 undang-undang
nomor 8 tahun 2004. d. Sekretaris Pengadilan Negeri Pada setiap pengadilan
ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris dan dibantu
oleh seorang wakil sekretaris. Di dalam pasal 45 undang-undang nomor 8 tahun
2004 tentang Peradilan Umum dinyatakan bahwa panitera pengadilan merangkap
sekretaris Pengadilan. Tugas dari pada sekretariat pengadilan adalah menangani
administrasi umum di bidang kepegawaian, gaji, kepangkatan, peralatan kantor,
dan sebagainya. Untuk menjadi sekretaris pengadilan harus memenuhi syarat yang
sama dengan persyaratan untuk menjadi panitera. Seperti halnya panitera, wakil
sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Mahkamah Agung. e. Juru
Sita Selain sekretaris, pada setiap Pengadilan Negeri juga ditetapkan adanya
juru sita dan juru sita pengganti, Juru sita adalah seorang pejabat pengadilan
yang ditugaskan melakukan panggilan-panggilan dan peringatan-peringatan atau
ancaman-ancaman secara resmi (terhadap orang yang berutang atau yang telah
dikalahkan dalam suatu perkara perdata dan juga melakukan penyitaan-penyitaan).
6
Persyaratan
untuk menjadi juru sita tergolong lebih rendah dibanding persyaratan untuk
menjadi Hakim, Panitera, dan Sekretaris.
B.
Peradilan Agama
1.
Pengertian Peradilan Agama
Peradilan
Agama adalah daya upaya mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum
yang dilakukan menurut peraturan-peraturan dan dalam lembaga-lembaga tertentu
dalam pengadilan. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa
yang dimaksud Peradilan Agama dalam undang-undang ini adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam. Sedangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
menyatakan bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara
tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dari pengertian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa Peradilan Agama adalah suatu daya upaya yang
dilakukan untuk mencari keadilan atau menyelesaikan perkara-perkara tertentu
bagi orang-orang yang beragama Islam melalui lembaga-lembaga yang berfungsi
untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan yang berada
di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung adalah badan peradilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan Militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Lingkungan
Peradilan Agama meliputi:
1)
Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan
Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk
mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
banding. Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk
mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar
Pengadilan Agama di daerah hukumnya. Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui
Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan
Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris.
2)
Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan
wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang:
o
Perkawinan
o
warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
o wakaf dan shadaqah
o ekonomi syari’ah Pengadilan Agama dibentuk
melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA),
Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
Contoh
sidang di pengadilan negeri kota tasikmlaya:
I.
PELAKSANAAN
KEGIATAN
1.
Tempat
dan waktu kunjungan
Kegiatan
kunjungan ini dilakukan pada hari senin , 6 November 2017 pukul 10.00 hingga
14.00 WIB di pengadilan negeri kota tasikmlaya
2.
Hasil
kunjungan
·
Pemberian
materi
Pemateri
: Bpk. Guse Prayudi, S.H, M.H
Pengadilan
yang ada di kota tasikmlaya ada dua pengadilan, yaitu pengadilan negeri dan
pengadilan keagamaan. Pengadilan agama di tasikmlaya dibagi menjadi 2 yaitu;
pengadilan agama kabupaten tasikmlaya dan pengadilan agama kota tasikmlaya.
Pengadilan itu sendiri memiliki tujuan yaitu menerima atau memeriksa perkara di
bawah kekuasaan yudikatif.
Mahkamah
agung (MA)
-
Peradilan
umum
-
Peradilan
agama
-
Peradilan
tata usaha
-
Peradilan
militer
Pengadilan terbagi beberapa kelas
yaitu;
-
Kelas
2→ kelas 2A dan Kelas 2B
-
Kelas
1→ kelas 1A dan kelas 1B
-
Kelas
1A khusus → di bandung dan jakarta
Dalam pembagian kelas itu sendiri
ditentukan dari banyaknya kasus atau perkara yang ada. Semakin tinggi jumlah
perkara di suatu daerah maka kelasnya semakin kecil.
Didalam pengadilan negeri ada 2
perkara yaitu; perkara pidana dan perkara perdata. Sedangkan pengadilan
keagamaan mengkhusus kan bagio orang islam dan salah satunya menangani perkara
perceraian.
·
Persidangan
Hakim
ketua : Wini Noviarini, S.H M.H
Hakim
Anggota :-Deka Rachman Budhianto, S.H
M.H
- Awal darmawan Akhmad,S.H M.H
Terdakwa
I : Toni Bin Karsodi (Alm)
Barang
bukti :
-
I
bungkus plastik bening berisikan metamfetamina dengan berat 0,0412 gram
-
Dan
hasil pemeriksaan tes urin
-
Handphone
SmartFren
Hukuman : di atuir dan di ancam
pidana dalam pasal 112 ayat (1) undang undang RI No. A 35 tahun 2009 tentang
narkotika, yakni hukuman penjara selama 4 tahun.
Terdakwa II : Pipit Andriana Bin
Dindin
Barang bukti:
-
I
bungkus plastik bening berisikan metamfetamina dengan berat 0,0412 gram.
-
Dan
hasil pemeriksaan tes urin.
-
Handphone
SmartFren.
Hukuman : di atuir dan di ancam
pidana dalam pasal 112 ayat (1) undang undang RI No. A 35 tahun 2009 tentang
narkotika, yakni hukuman penjara selama 4 tahun.
Terdakwa
III : Dana Mulyana alias Imul Bin Aen Marhaen
Barang
bukti :
-
I
bungkus plastik bening berisikan metamfetamina dengan berat 0,0412 gram
-
Dan
hasil pemeriksaan tes urin
-
Handphone
SmartFren
Hukuman : di atuir dan di ancam
pidana dalam pasal 112 ayat (1) undang undang RI No. A 35 tahun 2009 tentang
narkotika, yakni hukuman penjara selama 4 tahun.
Terdakwa
IV : Yudi Mulyadi Bin Ade Rohendi
Barang
bukti :
-
I
bungkus plastik bening berisikan metamfetamina dengan berat 0,0412 gram
-
Dan
hasil pemeriksaan tes urin
-
Handphone
SmartFren
Hukuman : di atuir dan di ancam
pidana dalam pasal 112 ayat (1) undang undang RI No. A 35 tahun 2009 tentang
narkotika, yakni hukuman penjara selama 4 tahun.
Terdakwa
V : Tedi Cahyadi alias Atok Bin Jaja
Barang
bukti :
-
I
bungkus plastik bening berisikan metamfetamina dengan berat 0,0412 gram
-
Dan
hasil pemeriksaan tes urin
-
Handphone
SmartFren
Hukuman : di atuir dan di ancam
pidana dalam pasal 112 ayat (1) undang undang RI No. A 35 tahun 2009 tentang
narkotika, yakni hukuman penjara selama 4 tahun.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota
kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan
Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
2.
Kekuasaan Peradilan Agama setelah adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
menjadi semakin luas tetapi masih terbatas dalam bidang hukum perdata Islam.
Komentar
Posting Komentar